Sejarah Peradaban Atjeh Masa Lalu Dukung Kemajuan Industri Pariwisata

  • Bagikan

Opini

Oleh : Dr. Khairul Abrar IH

Ketua Umum Rumpun Budaya Seni Sumatera Nusantara

Atjeh adalah salah satu Provinsi di ujung paling barat Indonesia. Atjeh kaya dengan
pesona dan keberagaman seni budaya.

Peninggalan sejarah Islam dan kesultanan
masa lalu, peninggalan Tsunami yang telah mendunia dan Perjuangan Masyarakat
Aceh Gerakan Aceh Merdeka, serta beragam seni tari dan kuliner Aceh yang telah
menjadi daya tarik wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara.

Atjeh memiliki sekitar 803 objek wisata alam dan 774 situs dan cagar budaya yang
tersebar diberbagai daerah di seluruh Atjeh dimana potensi ini tidak kita temui di
daerah lain di Indonesia terutama situs dan cagar budaya yang mengandung nilai
budaya masa lampau yang sangat tinggi sehingga bisa kita katakan Atjeh Sebuah
Kota Peradaban Islam Dunia.

Seluruh potensi wisata tersebut tentu akan menjadi magnet yang cukup kuat bagi
wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara untuk datang ke negeri Atjeh
Darussaalam dimana satu-satunya daerah yang memberlakukan Syariat Islam
secara Kaffah.

Berbicara objek wisata sejarah/budaya di Atjeh tentu sangat menarik untuk dikembang dengan dukungan dari 774 situs cagar budaya yang mempunyai nilai
sejarah tentang peradaban Islam dan kebesaran Kerajaan Atjeh Darussalam di
masa lalu.

Dimana bukti-bukti sejarah tersebut menunjukkan Atjeh mempunyai
hubungan yang sangat kuat dengan Negara-negara di Dunia baik dalam penyebaran Agama Islam maupun hubungan masa Kesulthanan Atjeh Darussalam.

Sehingga sebagian makam- makam kuno yang ada di Atjeh tersebut merupakan tokoh-tokoh
yang berasal dari Negara-negara belahan dunia.

Situs – situs sejarah ini tersebar di seluruh Atjeh seperti khusus di Banda Aceh dan Atjeh Besar antara lain; Mesjid Raya Baiturrahman, Komplek Makam Kandang
Meuh, Pendopo Gubernur, Gedung Baperis, Gedung Bank Indonesia, Geunongan,
Pinto Kop,

Makam Kandang XIII, Komplek Makam Raja-Raja Bugis, Makam Sulthan
Iskandar Muda, Komplek Makam Raja Reubah, Komplek Makam Jamaloi, Komplek
Makam Sulthan Ibrahim Mansyur Syah,

Komplek Makam Poecoet Meurah Pupuk, Komplek Makam Tuan Di Kandang, Komplek Makan Raja-Raja Kampung Pande, Komplek Makam Putroe Ijo, Komplek Makam Tgk.Di leupu, Komplek Makam Tgk,
Abdullah Arief, Lonceng Cakra Donya,

Komplek Makam Lampulo I, Komplek Makam Lampulo II, Komplek Makam Lampulo III, Komplek Makam Kampung Jawa, Komplek Makam Kuala, Mesjid/Makam Tgk, Di Bitai, Komplek Makam Tuan Di Pakeh, Komplek Makam Raja Raden, Mesjid Uleu lheu,

Komplek Makam Kuno Geucue Inem, Komplek Makam Lamteumen, Komplek Makam Poteu Meurah, Komplek
Makam Jirat Manyang, Komplek Makam Tgk, Balek AE, Komplek Makam Kuno Puenge Blang Cut, Komplek Makam Kuno Punge (Kandang), Mesjid/Makam Tgk.Di Anjong, Komplek Makam Syiah Kuala, Komplek Makam Salahuddin,

Komplek Makam Tunggai II, Komplek Makam Poteu Meuruhom, Komplek Makam Kuno Darussalam, Komplek Makam Flak Fling, Komplek Makam Raja Jalil, Komplek
Makam Meuruhom, Komplek Makam Long Ie, Komplek Makam Pango, Komplek
Makam Kerajaan Lamuri Lamreh, Benteng Indra Patra,

Komplek Makam Neusu , Komplek Makam Kuno Lamnga, Komplek Makam Kuno Blang Bintang, Komplek
Makam Darussalam, Kerkof, Gunongan, Pinto Kop, Taman Putro Phang,
Makam Pahlawan Nasional, Makam Pejuang Tokoh Gerakan Aceh Merdeka, Pusat Kerajaan – kerajaan tertua di Aceh.

Dengan sederatan peninggalan sejarah masa Peradaban Islam dan Kesultanan
yang berada di Aceh Besar dan Banda Atjeh, maka wisata budaya/sejarah harus
menjadi salah satu prioritas untuk di kembangkan di Atjeh.

Apa lagi adanya Masjid
Raya Baiturrahman yang masuk dalam sepuluh besar objek wisata sejarah di Indenesia yang populer, dimana bangunan bersejarah ini disamping arsitekturnya
yang sangat memukau, juga telah melalui peristiwa bersejarah di Indonesia yaitu, “
sebagai benteng dan markas utama pertahanan rakyat Atjeh pada masa perang
kemerdekaan, tempat terbunuhnya Jenderal Kohler Panglima perang Belanda.

Konsep pengembangan pariwisata Atjeh tentunya mengedepankan dan
mengimplementasikan makna wisata secara tepat sesuai dengan adat, budaya dan
nilai-nilai ke Atjeh-an.

Untuk mengembangkan sektor pariwisata itu diperlukan pemahaman yang lebih serius mengenai objek itu sendiri, fasilitas umum dan lokasi sekitar objek.

Pemugaran objek-objek Wisata Sejarah ini tentu menjadi prioritas
untuk segera dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah daerah maupun
pemerintah Pusat termasuk penulisan sejarah para tokoh yang ada di Makam
tersebut.

Atjeh yang memiliki nilai historis peradaban dan budaya religius yang sangat kuat
dan di akui oleh negara-negara di dunia itu harus menjadi perhatian semua pihak
sesuai dengan yang tertuang dalam sejumlah sejarah bahwa Atjeh adalah sebuah Negeri berbudaya dan Negeri Peradaban Islam Dunia.

Mengutip satu artikel yang dikutip di buku Gerilya Salib di Serambi Makkah (Rizki
Ridyasmara, Pustaka Alkautsar, 2006) memaparkan bukti-bukti sejarah soal masuknya Islam di Nusantara, Peter Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National University, telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara.

Bellwood menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima
masehi, yang berarti Nabi Muhammad SAW belum lahir, beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara
dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari
zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini.

Dalam catatannya Bellwood menulis, “Museum Nasional di Jakarta memiliki
beberapa bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak
barang perunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa
Dinasti Zhou (sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London. Benda benda ini dilaporkan berasal dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur, yang sudah
sering dijarah. Bellwood dengan ini hendak menyatakan bahwa sebelum tahun 221
SM, para pedagang pribumi diketahui telah melakukan hubungan dagang dengan
para pedagang dari Cina.

Disebabkan letaknya yang sangat strategis, selain Barus, Banda Atjeh ini telah
dikenal sejak zaman dahulu. Rute pelayaran perniagaan dari Makkah dan India menuju Malaka, pertama-tama diyakini bersinggungan dahulu dengan Banda Aceh, baru menyusuri pesisir barat Sumatera menuju Barus. Dengan demikian, bukan
suatu hal yang aneh jika Atjeh merupakan Daerah yang pertama sekali masuknya agama Isam yang langsung dibawa oleh para pedagang Arab. Maka oleh sebab itu terjawab sudah pertanyaan kenapa Atjeh Darussalam selalu dijuluki SERAMBI MAKKAH.

Inilah bukti ketidak tahuan masyarakat kita dan karena ini juga belum terungkap
secara jelas. Jika sejarah ini bisa terungkap secara terang benderang maka secara
otomatis akan membawa dampak yang sangat besar terhadap industri pariwisata di
Atjeh. Oleh karenanya menyelamatkan peninggalan-peninggalan sejarah ini dari
kepunahan dan sekaligus melakukan penelitian untuk mengungkap sejarah Atjeh secara terang benderang yang sesungguhnya masih banyak menyimpan misteri dan semua ini perlu kerja sama dan dukungan para pihak.

Oleh karena itu wisata berbasis sejarah dan budaya bisa menjadi pariwisata
unggulan yang mengedepankan responsible tourism. Hal tersebut disebabkan
karena wisata sejarah dan budaya menjunjung tinggi penghormatan pada alam, sejarah dan budaya, serta menawarkan nilai edukatif dimana wisatawan bisa belajar
dari sejarah masa lampau serta berinteraksi dengan tradisi dan kebudayaan sebuah masyarakat.

Wisata sejarah dan budaya juga mendorong pemberdayaan warga lokal, serta menempatkan mereka sebagai tulang punggung pariwisata melalui homestay milik
penduduk lokal, penyajian masakan tradisional, serta souvenir karya penduduk
setempat. Dengan begitu wisata berbasis sejarah dan budaya dapat menggerakkan
perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal.

Pariwisata berbasis sejarah merupakan komponen di bidang pengembangan
kepariwisataan yang saat ini makin gencar dilakukan karena pertimbangan bahwa
setiap daerah memiliki sejarah yang berbeda dan unik yang tidak dimiliki daerah lain.
Orientasi pengembangan pariwisata berbasis sejarah sangat menarik untuk dikembangkan, di satu sisi memberikan dampak positif bagi penerimaan daerah dan
di sisi lain memberikan manfaat bagi penumbuh-kembangan industri kreatif yang
berpengaruh bagi peningkatan pendapatan per kapita di daerah.

Oleh karenanya kita sangat mengharapkan Pemerintah Atjeh Darussalam harus
mendukung pengembangan Wisata Budaya/ sejarah secara serius dengan
melakukan pembenahan dan pemugaran objek-objek wisata budaya dan juga
penulisan sejarahnya.

Sehingga akan banyak wisatawan Muslim seperti Malaysia, Turki, Brunai Darussalam dan Negara- negara lainnya terus berkunjung ke Atjeh. Sehingga
Pariwisata Atjeh akan menunjukkan dampak positif kepada masyarakat, maka
berbagai atraksi wisata juga harus terus dibenahi, khususnya yang berkaitan
dengan wisata sejarah agar mampu menjadi salah satu atraksi wisata unggulan di
Atjeh Darussalam dan Indonesia.

Atjeh Darussalam 28 Desember 2024.
Dr. Khairul Abrar IH

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *