BANDA ACEH.latahzannews.com – Mengunjungi kota Banda Aceh terasa tak lengkap bila belum menginjakkan kaki di Mesjid Raya Baiturrahman kota Banda Aceh. Terkhusus pengunjung dari luar daerah dan luar negeri.
Indahnya masjid ini membuat kagum bila memandang arsitektur bangunan mesjid. Jadi ikon kebanggaan Masyarakat Aceh. Konon disebut masjid terindah di Asia Tenggara.
Rasa kagum itu, seperti saya rasakan saat pertama menginjakkan kaki di kota ini tahun 1986 saat melanjutkan study. Saya dibawa abang sepupu shalat tarawih di Mesjid Raya karena saat itu bulan Ramadhan.
Area masjid ini nyaris tak pernah sepi pengunjung setiap hari. Terutama sore dan malam hari. Selain rutinitas ibadah lima waktu, pengajian dewasa dan anak-anak nyaris tak pernah sepi sejak pagi hingga malam hari.
Keindahan ini tak dilewatkan berselfi bersama keluarga bagi setiap pengunjung buat dikenang saat berada di kampung halaman, bukti pernah ke kota Banda Aceh.
Jadi, tak heran sejak 30-an tahun lalu dikenal adanya OFAB ( Organiosasi Foto Amatir Baiturrahman) perkumpulan tukang foto mengais rezeki lewat para pengunjung.
Yang mengasikkan selain merasakan sakral beribadah dalam masjid yang mampu menampung 9000 jama’ah ini, kini sudah sangat representative. Seiring terus berbenah setiap berganti Gubernur Aceh.
Misalnya, di era Abu Doto ( Dr. Zaini Abdullah ) sebagai Gubernur Aceh, halaman masjid dibangun fuul kramik dipayungi sembilan unit payung ala Mesjid Nabawai di Madinah Almunawwarah, berada disini serasa berada di area Mesjid Nabawi.
Diperindah pula dengan taman-taman masjid dan fasilitas parkir kenderaan di basement yang luas.
Tidak hanya itu selain lima menara memperindah masjid ada satu menara utama setinggi 45 meter yang dapat memanjakan pengunjung untuk melihat kota Banda Aceh dan sekitarnya dari puncak menara hanya dengan tiket Rp.10.000 untuk anak-anak sekolah dan Rp.15.000 untuk dewasa dan umum.
Disisi kiri barat masjid terdapat “Gudang Ilmu”. Namanya Perpustakaan Mesjid Raya yang dapat dikunjungi, memanjakan pecinta literatur Islam dan Aceh khususnya.
Perpustakaan ini sudah modern. Difasilitas jaringan Internet gratis, ruangan berpendidngin AC. Dilengkapi 12.000 an buku dan kitab berkualitas. Pustaka ini menyimpan literatur Islam hampir lengkap dan literatur Aceh, bahkan dijadikan rujukan bagi para penetliti. Seperti dikatakan Kepala UPTD Pengelola Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Saifan Nur, S.Ag, M.Si kepada media ini di Banda Aceh.
Gudang Penyimpanan Barang Disulap Jadi Perustakaan
Hadirnya perpustakaan Mesjid Raya Baiturrahman ( MRB) telah melalui jalan panjang, hingga tsunami memporakporandakan kota Banda Aceh Desember 2004, Pustaka ini ikut terdampak dan terhenti beroperasi.
Pustaka ini lahir dari ide brilian seorang pengurus mesjid yang dikenal ustad Amir, Nama lengkapnya Tgk.H. Drs. Amirullah Hamzah, M.Si yang juga pencaramah tetap Mesjid Raya.
“ Mesjid Raya ini aneh jika tidak punya perpustakaan”, itulah terbersit dibenak ustad Amir ketika itu di tahun 1979.
Tak buang-buang waktu ustad Amir pun yang saat sebagai Ketua Remaja Mesjid menjumpai Imam Besar Mesjid Raya Baiturrahkan yang kala itu, Tgk. H. Sofyan Hamzah (Alm). Ia mengemukakan idenya supaya didirikan Pustaka Mesjid Raya.
“Tidak ada tempat untuk Pustaka”, jawab Sofyan Hamzah kala itu. “ Ada tempatnya, ruangan bawah kantor MRB”, kata Ameer. “Tapi itu gudang penyimpanan barang-barang”, jawab Imam Besar yang perinsipnya setuju saja tapi soal tempat yang jadi masalah.
Dalam dialog ini, ustad Amir memberi Solusi.“ Barang-barang di Gudang kita pindahkan ke Lokasi WC rusak di sudut masjid”, kata Ameer .
Terus Tgk. Sofyan Hamzah pun setuju. “Kemudian semua petugas di masjid bergotong royong dua hari penuh membersihkan gudang memindahkan barang-barang”, kata Ameer bercerita.
Setelah ruangan bersih dikosongkan, ustad Ameer terus berpikir lagi untuk pengadaan buku-buku Pustaka. Ia pun menemui seorang pejabat IAIN AR-Raniry Darussalam meminta disumbangkan buku-buku untuk Perpustkaan Mesjid Raya dan terkabul. Satu mobil buku-buku diangkut ke Msejid Raya.
“ Saat itu belum ada lemari dan rak tempat, buku-buku diletakkan sementara diatas meja penjang invesntaris masjid, dengan fasilitas seadanya”, kata Amir lagi tentang awal lahirnya Pustaka yang megah saat ini.
Tgk.H. Drs. Amirullah Hamzah, M.Si adalah lulusan Summa cumlaude adalah penghargaan yang diberikan kepada mahasiswa yang berhasil meraih IPK tertinggi atau sempurna, yaitu 3,99 atau 4,00. dari Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Ar Raniry Aceh ( Sekarang UIN Aceh).
Ia Pemerhati Sejarah Islam dan Aceh , muballigh Kondang, dan Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Sejak 30 tahun lalu pengisi ceramah tetap di Mesjid Raya Baiturahman
Tgk.H. Drs. Amirullah Hamzah, M.Si merantau ke kota ini dari nun jauh disana, Buloh Blang Ara, di tanah pedalaman Aceh Utara. Ia tinggalkan tanah kelahiran memuaskan dahaga pendidikannya di ibu kota, kini Ia dipercayakan Walikota Banda Aceh sebagai Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Banda Aceh.
Kembali ke Mesjid Raya Banda Aceh, dari tangan dingin ustad Amir, panggilan popular H Amir Hamzah telah mewarnai kehidupan sosial keagamaan diantaranya, lahirnya Pustaka Mesjid, TPA dan Tabloid Gema Baiturrahman terbit setiap Jum’at gratis menyapa pembaca sejak 30-an tahun lalu. Satu lagi menggas kebijakan masuk lingkungan masjid wajib pakaian muslim dan Muslimah, termasuk non muslem disediakan pakaian jubah oleh pengurus masjid.
“Meninggalkan jejak yang dikenang orang”, kata ustad Amir kepada media ini. Itulah yang menjadi pelecut semangat Amir terus bekerja keras, berinovasi dan berkarya. (Kasman).